Adab Menghafalkan Al Qur’an
Diantara kita, mungkin ada yang menjadi seorang hafidz/hafidzah atau biasa disebut dengan penghafal Al Qur’an, atau mungkin juga punya keinginan besar agar anak cucu menjadi seorang hafidz/hafidzah. Dan berikut ini adalah artikel tentang Adab-adab menghafalkan Al Qur’an. Ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya yaitu: Adab Membaca Al Qur’an dan Adab Mendengarkan Al Qur’an.
Allah swt. yang menurunkan Al Qur’an dan Allah pula yang memelihara keasliannya (Q.S. 15, Al-Hijr: 9).
Adapun cara memelihara sebagai berikut:
- Memberikan kemudahan hafalan Al Qur’an bagi yang menghendaki.
- Mengisyaratkan kepada Nabi-Nya agar Al Qur’an ditulis dalam satu mushaf.
Pada zaman Nabi saw. Al Qur’an belum ditulis dalam satu mushaf, karena itu cara memeliharanya melalui hafalan Nabi sendiri dan para sahabat. Dan para sahabat itulah yang menjadi mufti (pembawa fatwa) sekaligus. Oleh karena itu, Nabi sangat mengancam bagi penghafal Al Qur’an yang melupakan hafalannya. Karena jika ia lupa berarti melupakan rahmat Allah yang diberikan kepadanya, dan ia akan menyesatkan orang lain karena fatwanya tidak didasarkan pada Al Qur’an.
Kondisi seperti ini menimbulkan dua hukum dalam melalaikan Al Qur’an.
Pertama: seseorang yang melalaikan hafalannya maka berdosa dan diharamkan, kelak di akhirat akan bertemu Tuhan hanya tinggal tulang belulang tanpa daging. Hal ini terjadi jika dia benar-benar berniat menghafal Al Qur’an, tetapi jika hafalan tidak diniatkan secara khusus maka tidak mengapa bila dia lupa.
Kedua: dihukumi makruh, karena menghafal Al Qur’an sifatnya sunah. Jika melalaikannya, baik disengaja maupun tidak hukumnya tidak berdosa.
Menanggapi dua permasalahan hukum tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
- Jika niat menghafal itu merupakan nazar, maka melupakannya adalah haram. Karena menghafal Al Qur’an dengan nazar itu hukumnya wajib.
- Jika menghafal Al Qur’an itu dengan baiat (perjanjian untuk menghafal) oleh gurunya, maka melupakan hafalannya dihukumi haram. Dan keharaman tersebut tidak terletak pada kelupaan melainkan pada ke-ingkaran janjinya.
- Jika kelalaiannya itu karena kondisi yang prihatin, misalnya: gila, lupa, usia senja, dan sebagainya, maka hukumnya tidak apa-apa meskipun dibaiat dan bernazar.
- Jika seseorang tidak bernazar dan tidak pula dibaiat, maka melupakan hafalan Al Qur’an hukumnya tidak apa-apa. Sebab tidak ada suatu dalil yang menguatkan pernyataan tentang melupakan hafalan Al Qur’an haram hukumnya.
Meskipun terdapat beberapa hukum, seyogyanya seseorang yang telah menghafal Al Qur’an selalu memelihara hafalannya, karena hal ini merupakan anugerah dan karunia dari Allah swt.
Dewasa ini hafalan harus di cek/sema’ dengan tulisan, sedangkan pada zaman dahulu tulisan di cek dengan hafalan. Hal ini menunjukkan bahwa melupakan hafalan Al Qur’an bukan berarti menghilangkan Al Qur’an itu sendiri, melainkan kurang mensyukuri nikmat hafalan tersebut.
Allah menjamin kemuliaan dan akan memasukkan orang yang hafal Al Qur’an kedalam surga-Nya. Nabi saw. bersabda:
“Ingatlah, sesungguhnya orang yang hafal Al Qur’an, bagi Allah lebih mulia daripada siapa pun selain para nabi”
Adapun adab bagi penghafal Al Qur’an adalah memelihara bacaan dan hafalannya. Cara menghafalnya dapat ditempuh dalam satu minggu satu khataman atau lebih dari satu kali. Jika dalam satu minggu digunakan satu khataman, maka dapat mengikuti ketentuan berikut ini:
- Hari Ahad membaca Surah Fatihah sampai Surah An-Nisa’
- Hari Senin membaca Surah Al-Maidah sampai Surah At-Taubah
- Hari Selasa membaca Surah Fatihah sampai Surah Thaa Haa
- Hari Rabu membaca Surah Al-Anbiya’ sampai Surah Al-Furqan
- Hari Kamis membaca Surah Asy-Syu’ara sampai Surah Yaa Siin
- Hari Jum’at membaca Surah Ash-Shaaffaat sampai Surah Al-Hujurat
- Hari Sabtu membaca Surah Qaaf sampai Surah An-Naas
Dengan demikian, maka dalam seminggu kita dapat istiqamah menamatkan Al Qur’an sekaligus memelihara hafalan. Dan sekarang kita sudah dapat menghafalnya melalui Al Qur’an Online disini.
Semoga dapat terlaksana, amin ya mujiabas saa-iliin.