Bab Ibtida’, Washal, dan Waqaf [Penjelasan Lengkap]

By | 01/03/2018

Bab yang membahas tentang pengertian, pembagian, tanda-tanda, dan cara membaca Ibtida’, Washal, Waqaf lengkap dengan contohnya dalam al Qur’an.

A. Pengertian Ibtida’ Washal dan Waqaf

1. Ibtida’
Ibtida’ ( الإِبْتِدَاءُ ) mempunyai akar kata dari بَدَأَ yang artinya memulai.
Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah memulai membaca al-Qur’an, baik memulai dari awal maupun meneruskan bacaan yang semula dihentikan.
Pada pengertian diatas, tampak bahwa Ibtida’ mempunyai dua versi.
Pertama, memulai membaca al-Qur’an untuk pertama kalinya. Misalnya seusai sholat, seseorang membaca surat al-Baqarah, ketika membaca lafad: اٰلٰمٓ itulah yang dinamakan ibtida’, yakni memulai pertama kali membaca al-qur’an.
Kedua, memulai membaca al-Qur’an setelah berhenti yang semula sudah membaca al-Qur’an. Misalnya seseorang membaca surah Al-Fatihah ayat pertama dan kedua : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُلِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ lalu berhenti kemudian diteruskan dengan ayat ketiga, maka pada saat memulai membaca ayat ketiga itulah yang disebut ibtida’.

2. Washal
Washal ( الوَصْلُ ) mempunyai akar kata dari وَصَلَ yang artinya sambung menyambung.
Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah menyambungkan dua ayat yang semestinya boleh berhenti. Karena nafas masih kuat dan ayat tersebut (yang dibaca) boleh disambung, maka pembaca mewashalkan kedua ayat itu.
Contoh : seseorang membaca QS. Al-Ikhlas ayat 1 dan 2, maka dibaca washal: قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدُ نِ الله الصَّمَدُ walaupun sebenarnya boleh dibaca :
1. قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ
2. اللهُ الصَّمَدُ

3. Waqaf
Waqaf (الوَقْفُ ) mempunyai akar kata dari الكَفُّ yang artinya berhenti.
Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’, sebagaimana yang diungkapkan oleh ahmad Muthahar Abdur Rahman Al-Muroqi adalah :

اَلْوَقْفُ هُوَقَطْعُ الصَّوْتِ عِنْدَ اٰخِرِ اْلكَلِمَةِ مِقْدَارَ زَمَنِ التَّنَفُّسِ اَمَّااَقْصَرُمِنْهُ فَالسَّكْتُ
memutus suara di akhir kalimat (ketika membaca Al-Qur’an) selama masa bernafas, tetapi jika lebih pendek dari masa bernafas itu, maka disebut saktah

Pada pengertian di atas, maka waqaf mempunyai 3 bagian yaitu :
1. Waqaf untuk berhenti selamanya. Misalnya orang membaca surah Al-Baqarah, setelah tamat ia meneruskan sholat, pada akhir bacaan surah al-Baqarah itulah yang disebut waqaf.
2. Waqaf yang bertujuan untuk mengambil nafas, karena nafas tidak kuat si pembaca menghentikan bacaannya pada kalimat tertentu dan setelah mengambil nafas, ia meneruskan lagi bacaanya.
3. Waqaf yang bertujuan untuk berhenti sebentar saja, sehingga tidak sempat bernafas walaupun hanya sejenak. Waqaf yang terakhir inilah yang disebut “saktah”, (lihat bacaan saktah).

B. Pembagian Waqaf
Menurut ulama Qurra’ cara menghentikan bacaan al-Qur’an dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu:
1. Waqaf Ikhtibari ( الوَقْفُ الإِخْتِبَارِى  )
2. Waqaf Intidhari ( الوَقْفُ الإِنْتِظَارِى  )
3. Waqaf Idhthirari ( الوَقْفُ الإِضْطِرَارِى )
4. Waqaf Ikhtiyari ( الوَقْفُ الإِخْتِيَارى  )

Keempat waqaf ini dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut :
1. Waqaf Ikhtibari (berhenti diuji)
Waqaf yang dilakukan untuk mencoba bagaimana sebenarnya berhenti saat membutuhkan berhenti. Atau seorang guru ingin memberitahukan muridnya cara berhenti yang benar pada lafad tertentu, yang sebenarnya lebih baik diteruskan, namun karena kondisi tertentu waqaf itu diperlukan.
Akibat dari Waqaf Ikhtibari ialah harus menampakkan huruf tertentu yang sebenarnya tidak tampak.
Contoh : pada pengucapan lafad : عَمَّا disuruh berhenti, maka lafad itu harus diuraikan dengan عَنْ dan مَا atau ketika membaca surah al-Maidah :27 yaitu :

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَىْ اٰدَمَ بِاْلحَقِّ
Bila setelah lafad اِبْنَىْ waqaf, maka waqaf itu disebut waqaf ikhtibari dengan menguraikan lafad tersebut sebagaimana mestinya, yaitu : إِبْنَيْنِ dengan menampakkan huruf nun yang semula dibuang karena di sandarkan (diidhafahkan) dengan lafad didepannya.

2. Waqaf Intidhari (berhenti menunggu)
Waqaf yang dilakukan karena terdapat perbedaan riwayat ulama Qurra’ boleh tidaknya berhenti masih diperselisihkan. Karena itu, pembaca mengambil jalan tengah dengan menghentikan bacaanya pada lafad yang diperselisihkan berhenti, selanjutnya diulangi pembacaan ayat pada permulaannya. Dengan demikian, kedua pendapat yang diperselisihkan tersebut dilaksanakan. Contoh:

فَقَدِاسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ اْلوُثْقٰىق لَاانْفِصَامَ لَهَا
Setelah lafad اْلوُثْقٰى boleh berhenti intidhari, namun berhentinya itu diulangi lagi mulai lafad : فَقَد sampai pada لَهَا

3. Waqaf Idhtirari (berhenti terpaksa)
Waqaf yang dilakukan karena terpaksa. Seorang pembaca ketika membaca al-qur’an nafasnya habis, batuk, lupa dan sebagainya. Maka dalam kondisi ini, ia terpaksa menghentikan bacaannya, walaupun tempat pemberhentiannya tidak selayaknya berhenti.
Contoh:

فَوَيْلُ لِّلْمُصَلِّيْنَ اَّلذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ
Setelah lafad لِلْمُصَلِّيْنَ berhenti, padahal berhenti pada lafad itu tidak layak, karena tidak pada tempatnya. Maka jalan sattu-satunya adalah mengulangi bacaannya kembali mulai dari فَوَيْلٌ sampai pada سَاهُوْنَ

4. Waqaf Ikhtiyari (berhenti yang dipilih)
Waqaf yang dilakukan oleh pembaca atas pilihannya sendiri, tidak karena sebab-sebab sebagaimana dalam waqaf lainnya. Tentunya pada waqaf ini seorang pembaca sudah mengerti kedudukan waqaf, apakah boleh berhenti atau tidak. Maka jika diperbolehkan berhenti, atau lebih baik berhenti, maka pembaca hendaknya menghentikan bacaannya, tetapi jika tidak boleh berhenti maka pembaca mewashalkannya. Contoh :

وَلَاتُلْقُوْابِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةٍ ؞ وَاَحْسِنُوْا؞
(Tanda pada lafad diatas adalah sepasang titik tiga (؞__؞ ) atau disebut juga dengan Mu’anaqah ( المُعَانَقَةُ )

Setelah lafad وَاَحْسِنُوْا pembaca menghentikan bacaannya tetapi dalam waktu lain pembaca menghentikan pada lafad : التَّهْلُكَةٍ kedua-duanya diperbolehkan dan pembaca sudah mengerti ketentuan waqaf tersebut, sehingga ia berhenti karena pilihannya sendiri bukan karena sebab-sebab tertentu.

Pada waqaf ikhtiyari ini terbagi atas beberapa bagian. Pada umumnya ulama Qurra membaginya dengan 4 bagian, tetapi lebih lengkapnya penulis mengambil pendapat Syekh Sulaiman Jamzuri dalam kitab Fat-hul Aqfal fi Syarkhi Tuhfatul Athfal yang membaginya tas 8 bagian yaitu:
1. Waqaf Taam ( الوَقْفُ التَّامِ )
2. Waqaf Hasan ( الوَقْفُ الحَسَنُ )
3. Waqaf Kaafi ( الوَقْفُ الكَافِى )
4. Waqaf Shalih ( الوَقْفُ الصَالِحُ )
5. Waqaf Mafhum ( الوَقْفُ المَفْهُوْمِ )
6. Waqaf Jaiz ( الوَقْفُ الجَائِزُ )
7. Waqaf Bayan ( الوَقْفُ البَيَانُ )
8. Waqaf Qabih( الوقف القَابِحُ )

Kedelapan waqaf ikhtiyari tersebut akan dibahas satu persatu secara rinci sebagai berikut :

1. Waqaf Taam
Waqaf Taam menurut arti bahasa yaitu berhenti yang sempurna. Sedang menurut istilah adalah sebagaimana yang dukemukakan oleh syeikh Sulaiman Jamzuri sebagai berikut:

مَا تَمَّ بِهِ مَعْنَى الكَلَامِ وَلَيْسَ لِمَا بَعْدَهُ تَعَلُّقٌ بِمَا قَبْلَهُ
Waqaf yang terjadi pada kalimat yang sudah sempurna maknanya dan kalimat itu tidak ada kaitannya dengan kalimat sesudahnya (didepannya)”.

Pada pengertian tersebut tampak bahwa waqaf Taam menghendaki adanya berhenti, karena yang sudah dibaca sudah menunjukkan akhir kalimat dan kalimat itu tidak berkaitan dengan kalimat di depannya. Karena itu waqaf Taam mungkin terjadi di akhir surat yang tidak mungkin disambung dengan kalimat lain, sehingga harus berhenti. Contoh :
QS. Al-Baqarah, ayat 286 : اَنْتَ مَوْلٰنَا فَانْصُرْنَا عَلَى اْلقَوْمِ اْلكَافِرِيْنَ

QS. Ali Imran, ayat 200 : وَاتَّقُوااللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Setelah membaca Alkafirin pada QS. Al-Baqarah dan Tuflihun Pada QS. Ali Imran berhenti, inilah tempat Waqaf Taam.

2. Waqaf Hasan
Waqaf hasan berarti berhenti yang baik. Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Sulaiman Jazuri sebagai berikut:

مَا يَحْسُنُ الوَقْفُ عَلَيْهِ وَلَايَحْسُنُ الإِبْتِدَاءُ بِمَا بَعْدَهُ
“Waqaf yang sudah sebaiknya berhenti dilakukan, walaupun kalimat sesudahnya tidak pantas menjadi permulaan kalimat”.

Tidak ada salahnya seseorang melakukan waqaf hasan. Sebab ketika waqaf, lafad yang diungkapkan sudah sempurna maknanya, walaupun pada kalimat sesudahnya tidak pantas dijadikan permulaan bacaaan mengingat masih ada hubungan. Misalnya menjadi na’at (sifat), athaf, badal atau tauhid.

Contoh QS. Al-Baqarah, ayat 40:

اُذْكُرُوْانِعْمَتِىَ الَّتِى اَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَاَوْفُوْا بِعَهْدِىْ اُوْفِ بِعَهْدِكُمْ

Setelah lafad عَلَيْكُم berhenti, inilah waqaf hasan karena berhentinya pada lafad yang sudah sempurna maknanya, tetapi masih terikat pada lafad: وَاَوْفُوْا sebab ia tidak pantas dijadikan permulaan bacaan.

Mengingat kedudukan waqaf hasan ini tidak sebaik waqaf taam, maka cara menjadikan waqaf taam pada waqaf ini adalah dengan mengulang bacaan yang diwaqafkan, jika waqafnya di tengah-tengah ayat.. Tetapi jika di akhir ayat maka tidak perlu diulangi.

3. Waqaf Kaafi
Waqaf kaafi berarti berhenti yang cukup. Sedangkan menurut istilah ulama Qurra adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:

مَا يَكْفِى بِالْوَقْفِ عَلَيْهِ وَاْلاِبْتِدَاءُ بِمَا بَعْدَهُ
“Waqaf yang mencukupi pada lafad itu dan lafad sesudahnya pantas dijadikan permulaan bacaan”.

Walaupun tingkatannya tidak sebaik waqaf taam, tetapi waqaf kaafi ini amat baik dilakukan bahkan lebih baik daripada waqaf hasan, mengingat waqaf ini sudah berhenti pada waqaf yang seharusnya berhenti. Sedangkan kalimat sesudahnya layak dijadikan permulaan bacaan.

Contoh QS. Ali Imran ayat 190-191:

اِنَّ فِى خَلْقِ السَّمٰوٰاتِ وَاْلاَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِاُولِى اْلاَلْبَابِ . اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا (الاية

Setelah lafad  اُولِى اْلاَلْبَابِ berhenti, dan tidak diwashalkan pada lafad : اَلَّذِيْن . Inilah waqaf kaafi, sebab kalimat itu sudah sempurna dan setelah waqaf, lafad sesudahnya layak dijadikan permulaan bacaan. Tidak menutup kemungkinan adanya washal antara kedua lafad tersebut dan hal ini diperbolehkan, karena masih ada kaitan erat.

4. Waqaf Shalih
Waqaf shalih berarti berhenti yang patut. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’ adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:

كُلُّ مَاصَلَحَ لِبَيَانِ مَابَعْدَهُ
“Waqaf yang patut dilakukan karena menjelaskan pada lafad sesudahnya”

Pada pengertian diatas, tampak bahwa waqaf shalih diperbolehkan karena dengan mewaqafkan pada lafad itu karena menjelaskan pada lafad sesudahnya. Contoh : QS. Al-Baqarah ayat 83:

وَاِذْاَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِى اِسْرَائِيْلَ لَاتَعْبُدُوْنَ اِلَّااللهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا

Setelah lafad اِلَّااللهَ berhenti, maka diperbolehkan karena patut. Namun lebih baik diwashalkan karena lafad itu masih menjelaskan pada lafad sesudahnya sehingga tidak disambung dengan lafad وَبِالْوَالِدَيْنِ yang kemudian menjadi waqaf taam.

5. Waqaf Mafhum
Waqaf Mafhum berarti waqaf yang dapat dipahami. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’ adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:

مَاكَانَ بَعْدَهُ مُخْتَارَالْلاِبْتِدَاءِ
“Berhenti pada lafad yang setelah lafad itu dipilih untuk dijadikan permulaan bacaan.”

Dalam pengertian itu waqaf mafhum layak dilakukan, mengingat setelah waqaf itu lafad sesudahnya pantas dan dipilih untuk dijadikan permulaan bacaan contoh QS. Al-Baqarah ayat 162:

خَالِدِيْنَ فِيْهَا لَايُخَفَّفُ عَنْهُمُ اْلعَذَابُ وَلَاهُمْ يُنْظَرُوْنَ

Setelah lafad فِيْهَا berhenti, mengingat lafad لَايُخَفَّفُ sudah dipilih untuk dijadikan permulaan bacaan baru.

6. Waqaf Jaiz
Waqaf jaiz berarti berhenti yang boleh. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’ adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jamzuri sebagai berikut:

مَاخَرَجَ عَنْ ذَالِكَ وَكَانَ بَعْدَهُ جَائِزًا لَايُقْبَحُ
“Waqaf yang merupakan pengecualian dari kesemua bentuk waqa, mengingat lafad setelah itu boleh dijadikan permulaan dan tidak jelek”.

Pada pengertian diatas, tampak bahwa waqaf jaiz tidak ada tuntutan waqaf atau washal. Waqaf dan washal kedua-duanya tidak ada yang lebih baik, tetapi memiliki kedudukan yang sama. Sehingga boleh waqaf dan boleh washal, hanya saja untuk pembaca yang napasnya pendek, lebih baik diwaqafkan. Sedangkan yang mempunyai napas panjang dapat mewashalkan. Contoh QS. Ath-Thariq ayat 4-5:

اِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ. فَالْيَنْظُرِ اْلاِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ

Setelah lafad حَافِظٌ berhenti, dan itu diperbolehkan tidak lebih baik dan juga tidak lebih buruk. Dan lafad فَالْيَنْظُرِ juga tidak jelek dijadikan permulaan bacaan.

7. Waqaf Bayan
Waqaf bayan berarti berhenti yang jelas. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’ adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:

مَا يُبَيِّنُ مَعْنًا لَايُفْهَمُ بِدُوْنِهِ
“Berhenti pada lafad yang lafad itu sebenarnya menjelaskan makna (pengertian) lafad sesudahnya, sehingga lafad didepannya itu tidak dapat dipahami tanpa lafad sebelum waqaf ini.”

Pengertian diatas menunjukkan bahwa waqaf ini selayaknya tidak baik. Karena jika berhenti berarti lafad yang akan dijadikan permulaan bacaan tidak dapat dipahami maksudnya secara pasti sehingga lebih baik diwashalkan saja bacaannya. Contoh QS. Al-Alaq ayat 1:

إِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ اَّلذِىْ خَلَقَ

Setelah bacaan إِقْرَأْ dihentikan, waqaf ini kurang layak. Sebab lafad tersebut belum ada penjelasannya yang konkret. Karena itu dijelaskan dengan lafad berikutnya yakni : بِاسْم sehingga menjadi washal karenanya.

8. Waqaf Qabih
Waqaf Qabih berarti Waqaf yang jelek. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’ adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:

الوَقْفُ عَلَى لَفْظٍ غَيْرِ مُفِيْدٍ لِعَدَمِ تَمَامِ الكَلَامِ وَقَدْ تَعَلَّقَ مَا بَعْدَهُ بِمَا قَبْلَهُ لَفْظًا وَمَعْنًى
“Berhenti pada lafad yang belum sempurna maknanya, karena masih berhubungan lafad sesudah dan sebelumnya, baik lafad maupun maknanya”.

Waqaf jenis terakhir ini merupakan bentuk waqaf ikhtiyari yang tidak baik, bahkan jelek. Tidak boleh dilakukan mengingat kalimatnya belum sempurna. Baik ditinjau dari sudut struktur lafad maupun maknanya. Contoh QS. Al-Baqarah ayat 2:

ذَالِكَ اْلكِتَابُ لَارَيْبَ فِيْهِ

Setelah lafad اْلكِتَابُ dihentikan, dan tidak diwashalkan lagi pada lafad didepannya. Jenis waqaf ini tidak diperkenankan karena tanpa alasan dan tempat pemberhentian sama sekali tidak patut, maka waqaf ini berakibat buruk atau jelek.

Menurut Abdullah Umar Al-Baidhawi dalam bukunya Rishalatul Qurra’Wal HuffazdFi Gharaibul Qira’ah Wal Alfadz menyatakan bahwa ada 17 tempat yang haram waqaf, sebab jika waqaf, maka menyalahi makna pokok al-Qur’an. Karena itu, jika pembaca terpaksa berhenti karena nafasnya terputus, batuk, bersin atau sebagainya, maka harus diulang mulai awal. Sehingga tidak terjerumus waqaf haram (qobih), adapun tempat yang diharamkan waqaf adalah sebagi berikut:
1. QS. Al-Baqarah: 17   فَلَمَّا اَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ

2. QS. Al-Baqarah: 243   فَقَالَ لَهُمُ اللهُ مُوْتُوْا

3. QS. Ali Imran: 181    اِنَّ اللهَ فَقِيْرٌ

4. QS. Al-Maidah: 31    فَبَعَثَ اللهُ غُرَابًا

5. QS. Al-Maidah: 64      وَقَالَتِ اْليَهُوْدُ يَدُ اللهِ

6. QS. Al-Maidah:73      اِنَّ اللهَ ثَالِثٌ

7. QS. Al-Maidah: 84    وَمَا لَنَا

8. QS. At-Taubah: 30     وَقَالَتِ اْليَهُوْدُ

9. QS. At-Taubah: 30     وَقَالَتِ النَّصَارٰى

10. QS. Yusuf: 8     لَفِى ضَلَالٍ مُبِيْنٍ

11. QS. Ibrahim: 22     وَمَا اَنْتُمْ بِمُصْرِخِىِّ

12. QS. Bani Israil: 111     لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ

13. QS. Al- Ahzab: 35     وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِيْنَ

14. QS. As-Shaffat: 153     اَصْطَفَى اْلبَنَاتْ

15. QS. Al-Ghasiyyah: 24      اِلَّامَنْ تَوَلَّى وَكَفَرْ

16. QS. Al-Ashr: 2        اِنَّ اْلاِنْسَانَ لَفِى خُسْرٍ اِلَّا

17. QS. Al-Maun: 4      فَوَيْلُ لِلْمُصَلِّيْنَ

Selanjutnya sebagian ulama Qurra’ lain menambahkan tempat-tempat yang haram waqaf yaitu:
1. Qs. Al-Baqarah: 255   الَّذِى كَفَرَ وَاللهُ

2. QS. Ali-Imran: 62     وَمَا مِنْ اِلٰهِ

3. QS. An-Nisa: 43      لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ

4. QS. An-Nahl: 38       لَايَبْعَث اللهُ

5. QS. An-Nahl: 60      مَثَلُ السُّوْءِوَلِلّهِ

6. QS. Dimana saja      اِنَّ اللهَ لَايَهْدِي

7. QS. Dimana saja      وَمَااَرْسَلْنَـاكَ

C. Cara membunyikan Bacaan Waqaf
Ketika pembaca berhenti pada suatu lafad, maka wajib baginya memilih salah satu dari beberapa cara menyembunyikan bacaan waqaf. Ulama Qurra’ merumuskan beberapa cara menyembunyikan bacaan waqaf yaitu:

1. Menghilangkan tanda bacaan tanwin diganti dengan tanda baca aslinya. Misalnya fathatain diganti dengan fathah. Sedangkan dhammatain diganti dhammah, dan kasratain diganti dengan kasrah tidak dijumpai.
Contoh:

No Tertulis Dibaca
 1  حَرَامًا وَحَلَالًا  حَرَامًا وَحَلَالَ
 2  فِى مَنَامِكَ قَلِيْلًا  فِى مَنَامِكَ قَلِيْلَ
 3  رِزْقًا حَسَنًا  رِزْقًا حَسَناَ
 4  اَلْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّا  اَلْمُؤْمِنُوْنَ حَقَّا
 5  اَخَاهُمْ شُعَيْبًا  اَخَاهُمْ شُعَيْبَا
 6 تَبْغُوْنَهَا عِوَجًا  تَبْغُوْنَهَا عِوَجَا

Cara demikian itu banyak berkaitan dengan Mad Iwadh.

2. Mematikan (memberi tanda baca sukun) satu huruf terakhir pada lafad yang diwaqafkan. Cara ini terjadi jika mempunyai syarat sebagai berikut :
a. Huruf terakhir pada lafad yang diwaqafkan telah mati, sehingga tidak perlu mengubah tanda bacanya. Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 بَغْيًا بَيْنَهُمْ بَغْيًا بَيْنَهُمْ
2 مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَبْلِهِمْ
3 فَقَدِاهْتَدَوْا فَقَدِاهْتَدَوْا
4 مَااكْتَسَبَتْ مَااكْتَسَبَتْ

b. Huruf terakhir pada lafad yang diwaqafkan bertanda baca tanwin dhammatain, fathatain, dan kasratain, semuanya diganti dengan sukun (mati). Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 عَذَابَهُ اَحَدٌ عَذَابَهُ اَحَدْ
2 صُحُفًا مُطَهَّرَةً صُحُفًا مُطَهَّرَةْ
3 رَبُّكَ بِعَادٍ رَبُّكَ بِعَادْ
4 مِنْ مَسَدٍ مِنْ مَسَدْ

c. Huruf terakhir pada lafad yang diwaqafkan bertanda baca fathah, dhommah maupun kasrah. Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 فَلَهٗ مَاسَلَفَ فَلَهٗ مَاسَلَفْ
2 مِنْ مَقَامِكَ مِنْ مَقَامِكْ
3 بِكَافٍ عَبْدَهُ بِكَافٍ عَبْدَهْ
4 وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرْ
5 وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ وَقِهِمُ السَّيِّئَاتْ
6 مِنَ الطَّيِّبَاتِ مِنَ الطَّيِّبَاتْ

3. Mengganti huruf dengan huruf pada lafad yang diwaqafkan. Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 قَبْلَ الْحَسَنَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ
2 يَوْمَ الْقِيَـامَةِ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ
3 تَقُوْمُ السَّـاعَةُ تَقُوْمُ السَّـاعَةُ
4 وَلَا السَّيِّئَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ

4. Mematikan dua huruf terakhir pada lafad yang diwaqafkan. Hal itu terjadi jika huruf akhir hidup, sedangkan huruf sebelum akhir mati. Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 لِىْ بِهٖ عِلْمٌ  لِىْ بِهٖ عِلْمْ
2 يَقْضِىْ بِالْحَقِّ  يَقْضِىْ بِالْحَقْ
3 وَالْاِنْسِ  وَالْاِنْسْ
4 رُدُّوْ هَاعَلَىَّ  رُدُّوْ هَاعَلَىَّ

5. Dengan mematikan dua huruf pada lafad yang diwaqafkan, yang jatuh setelah bacaan Mad (panjang).
Cara membacanya sama dengan cara membaca yang nomor 4, hanya saja bacaan waqaf ini dipanjangkan sekitar 1 alif, 2 alif atau 3 alif. Karena dengan mewaqafkan itu menjadi bacaan mad ‘Aridhlis Sukun atau Mad Lien. Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ
2 تَعْلَمُوْنَ عَلِيْمٌ تَعْلَمُوْنَ عَلِيْمْ
3 وَاٰمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ وَاٰمَنَهُمْ مِنْ خَوْفْ
4 خَوَّانٍ كَفُوْرٍ خَوَّانٍ كَفُوْرْ

6. Memindah harakat hidup huruf terakhir pada huruf mati sebelum akhir. Cara membacanya sebagaimana yang diterangkan dalam bagian Naql. Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 فِى الْاَرْضِ فِى الْاَرْضْ
2 بِالْقِسْطِ بِالْقِسْطْ

7. Tetap dibaca sebagaimana adanya. Hal ini terjadi, mengingat lafadz itu tidak perlu dibuang harakatnya, sebab jika dibuang maka sulit diungkapkan. Contoh:

No Tertulis Dibaca
1 وَالضُّحٰى وَالضُّحٰى
2 وَضُحٰهَا وَضُحٰهَا
3 فِىْ عِبَادِىْ فِىْ عِبَادِىْ
4 بُعْثِرَتْ بُعْثِرَتْ

Dari beberapa cara membaca waqaf tersebut, maka tidak menutup kemungkinan adanya satu lafad dalam bahasa arab dibaca dengan 3 cara menyembunyikan. Misalnya membaca takbir ketika hari raya.

 اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Lafad boleh dibaca dengan 3 cara, yaitu:
a. Dibaca naql sehingga harakat dhammah dal dipindah pada harakat sukun mim اَلْحَمُدْ
b. Huruf dal dimatikan, sehingga waqaf ini mematikan dua huruf terakhir اَلْحَمْدْ
c. Dibaca sebagaimana adanya اَلْحَمْدُ

D. Tanda-tanda waqaf dan maksudnya
Setelah kita mengetahui bagian-bagian waqaf, baik itu waqaf yang baik ataupun yang buruk, maka yang perlu diketahui selanjutnya adalah tanda-tanda waqaf yang berlaku dalam Mushaf Usmani serta yang digunakan di negara Indonesia. Karena dengan memperhatikan tanda waqaf itu berarti dapat mengetahui kedudukan dan derajat kebolehan melakukannya, sekaligus menghindarkan diri dari waqaf yang haram.

Tanda waqaf yang berlaku dibagi dua macam, yaitu tanda yang mengisyaratkan lebih baik terus (washal) dan tanda yang mengisyaratkan berhenti (waqaf). Untuk lebih jelasnya dapat diikuti uraian berikut ini:

1. Tanda yang lebih baik berhenti
a. Tanda mim (م) artinya waqaf lazim (اَللَّازِمْ)
Yaitu tanda yang mengisyaratkan lebih baik berhenti, bahkan sebagaian ulama’ mewajibkanya, mengingat waqaf pada tanda itu sudah pantas dijadikan tempat pemberhentian, sedang lafad didepannya layak dijadikan sebagai permulaan bacaan. Contoh:

وَاِنَّ مِنْ شِيْعَتِهِ لَاِبْرَاهِيْمَ ۢاِذَاجَٓاءَرَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ (الصفات :83-84)
اَنَّهُمْ اَصْحَابُ النَّارِۢالَّذِيْنَ يَحْمِلُوْنَ اْلعَرْشَ (المؤمنون :6-7)

b. Tanda Tha ( ط ) artinya waqaf Muthlaq (المُطْلَقْ)
Yaitu tanda yang mengisyaratkan kebolehan waqaf juga washal, hanya saja waqaf lebih utama terlebih lagi jika pembaca napasnya pendek. Contoh:

وَلَايُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَاؕكَذٰالِكَ نَجْزِى كُلَّ كَفُوْرٍ (فاطر :36)
وَلَاتَبْغِ اْلفَسَادَ فِى اْلاَرْضِؕ اِنَّ اللهَ لَايُحِبُّ اْلمُفْسِدِيْنَ (القصص:77)

c. Tanda Jim (ج) artinya waqaf Jaiz (الجَائِزِ)
Yaitu tanda yang mengisyaratkan kebolehan waqaf maupun washal hanya saja lebih baik waqaf daripada washal, mengingat kedudukan waqaf jaiz di bawah waqaf lazim dan waqaf muthlak. ontoh:

فَهَلْ يَنْظُرُوْنَ اِلَّاالسَّاعَةَ اَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً ۚفَقَدْجَاءَاَشْرَاطُهَا ۚ

ذٰلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ شَآءَاتَّخَذَاِلٰی رَبِّهِ مَأٰ بًا

d. Tanda Qaf dan Fa’ (قف ) artinya waqaf sighat fiil amar (ْصِغَةْ فِعِلْ اَمَر) yaitu kebolehan mewaqafkan lafad, hanya saja tidak ada salahnya mewashalkannya walaupun mewaqafkan itu lebih baik. Tanda tersebut ada yang menyebutkan dengan tanda Waqaf Mustahab (المُسْتَحَبُّ). Contoh:

وَلَوْشَآءَ اللهُ مَااقْتَتَلُوْاقف وَلٰكِنَّ اللهَ يَفْعَلُ مَايُرِيْدُ. (البقرة: ٢٥٣ 
الٓمٓقف تِلْكَ اٰيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيْمِ (لقمان: ٢-١

e. Tanda Qaf, Lam dan alif (قلى) artinya waqaf aula (الوَقْفُ اَوْلٰى) , yaitu kebolehan washal, hanya saja berhenti lebih baik daripada washal. Contoh:

عَلٰى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ ۗ تَنْزِيْلُ الْعَزِيْزِ الْرَّحِيْمِ (يس:  ٤– ٥
وَوَصّٰى بِهَا اِبْرَاهِيْمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُ ۗيٰبَنِيَّ اِنَّ اللهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ (البقرة :۱۳۲

2. Tanda yang lebih baik diteruskan
a. Tanda Za’ ( ز ) artinya Waqaf Mujawwaz ( المُجَوَّزُ )
Yaitu tanda waqaf yang boleh diteruskan dan boleh dihentikan, hanya saja diteruskan kebih baik daripada dihentikan, karena tanda mujawwaz kebalikan dari tanda jaiz. Contoh:

اَمْ لِلْاِنْسَانِ مَاتَمَنَّى ز فَلِلّهِ اْلاٰخِرَةِ وَاْلاُوْلٰى (النجم :۲٤-۲٥
فَتَوَلَّ عَنْهُمْ فَمَا اَنْتَ بِمَلُوْمٍ ز وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرٰى تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ

b. Tanda Shad ( ص ) artinya waqaf Murakhash ( الْمُرَخَّصُ )
Yaitu tanda yang mengisyaratkan adanya kemurahan berhenti, walaupun diwashalkan itu lebih baik. Kemurahan itu dikarenakan ayat yang dibaca terlalu panjang atau dalam keadaan terpaksa. Contoh:

وَابْتَغُوْا مَاكَتَبَ اللهُ لَكُمْ ص وَكُلُوْاوَاشْرَبُوْا (البقرة: ۱۸۷ 
وَأْتُوااْلبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ص وَاتَّقُواللهَ لَعلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (البقرة: ۱۸۹

c. Tanda Qaf ( ق ) artinya Waqaf Qila Waqaf ( قِيْلَ اْلوَقْفُ )
Yaitu tanda waqaf yang mengisyaratkan artinya perselisihan pendapat, apakah pada lafad itu boleh berhenti atau tidak. Dalam hal ini lebih baik dipilih pendapat yang mewashalkan, karena pendapat ini lebih baik. Sebagian ulama menyebutkan dengan tanda ‘Inda Qouli (عِنْدَ اْلقَوْلِ). Contoh:

اَنْ لَٓااِلٰهَ اِلَّااَنْتَ سُبْحَانَكَ ق اِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ (الانبياء: ۸۷
وَاَّلذِيْنَ اَشْرَكُوْا ق اِنَّ اللهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ (الحج: ۱۷

d. Tanda Shad, Lam dan Alif ( صلى ) artinya Washal Aula ( الوَصْلُ الاَوْلٰى )
Yaitu tanda yang mengisyaratkan adanya washal itu lebih baik daripada waqaf. Contoh:

.وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيّٖنَ بِغَيْرِ حَقٍ ۖ وَيَقْتُلُوْنَ اَّلذِيْنَ يَأْمُرُوْنَ بِاْلقِسْطِ مِنَ النَّاسِ
وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوْسَى الغَضَبُ اَخَذَ اْلاَلْوَاحَ ۖ وَفِى نُسْخَتِهَا هُدًى… (الاعراف: ۱٥٤

e. Tanda Lam Alif ( لا ) artinya La Waqta Fihi (لَاوَقْفَ فِيْهِ )
Yaitu tanda yang mengisyaratkan tidak adanya waqaf pada lafad yang diberi tanda itu, sehingga lebih baik diteruskan bacaannya daripada berhenti. Contoh:

فَاِمَّاتَرَيِنَّ مِنَ اْلبَشَرِ اَحَدًا ۙ فَقُوْلِىْ اِنِّى نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا (مريم: ۲٦

اُشْدُدْ بِهِ اَزْرِىْ ۙ وَاَشْرِكْهُ فِى اَمْرِىْ ۙ كَىْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا ( طه: ٣١ – ٣٣ 

f. Tanda Kaf (ڪ ) artinya Kadzalika Muthobiqon Lima Qoblaha ( كَذٰلِكَ مُطَابِقًالِمَاقَبْلَهَا ) yaitu tanda yang mengisyaratkan adanya kesamaan antara tanda itu dengan tanda sebelumnya. Sehingga lafad yang pendahulu lebih baik waqaf, maka tanda ini mengisyaratkan waqaf, sebaliknya jika pendahulunya lebih baik washal, maka tanda ini mengisyaratkan washal. Contoh:

وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهُ فُسُوْقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوْااللهَ ڪ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهُ ڪ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ (البقرة: ۲٨٢
وَاْلعٰدِيٰتِ ضَبْحًا ۙ فَاْلمُوْرِيٰتِ قَدْحًا ڪ فَاْلمُغِيْرَاتِ صُبْحًا ڪ (العٰدِيٰتِ: ١ – ٣

g. Tanda sepasang titik tiga (؞___؞ ) artinya tanda Mu’anaqah ( المُعَانَقَةُ ) yaitu tanda yang mengisyaratkan agar pembaca menghentikan bacaannya pada salah satu dari dua pasang titik itu. Contoh:

وَلَاتُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ؞ وَاَحْسِنُوْا؞

Boleh berhenti setelah: التَّهْلُكَةِ boleh juga setelah: وَاَحْسِنُوْا tetapi tidak boleh pada kedua-duanya.

ذٰلِكَ اْلكِتَاَبُ لَارَيْبَ؞ فِيْهِ؞ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ

Boleh berhenti setelah: رَيْبَ boleh juga setelah: فِيْهِ tetapi tidak boleh pada kedua-duanya.

Disamping tanda waqaf, ada juga tanda-tanda khusus dalam al-Qur’an yang perlu diperhatikan. Tanda yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Huruf ‘Ain ( ع ) yang terletak dipinggir garis, tanda ini disebut makra’ ( مَكْرُوْعٌ ) atau Ruku’ ( رُكُوْعٌ ). Tanda ini menganjurkan agar pembaca menghentikan bacaannya jika menghendaki tidak membaca al-Qur’an lagi, sebab adanya tanda Makra’ menunjukkan satu topik tertentu yang dibahas dalam al-Qur’an dan lebih baik lagi jika dilakukan oleh penghafal al-Qur’an. Contoh:

رَبِّكَ فَحَدِّثْ  ع (الضحى:  ١١
وَمَا اَدْرٰىكَ مَاهِيَةُ. نَارٌحَامِيَةٌ ع (القارعة:  ١٠ – ١١)

2. Tanda ( السَّجْدَةُ ) pada pinggir ayat menunjukkan adanya bacaan yang menganjurkan untuk melakukan sujud tilawah setelah ayat sajdah diucapkan. Untuk mengetahui dimana saja tempat dianjurkannya melakukan sujud tilawah, bacaan sujud tilawal, dan cara melakukannya, berikut ini penjelasannya:

Ayat-Ayat Sajdah
Ayat sajdah adalah ayat yang didalamnya terdapat perintah sujud dari Allah Swt. maka apabila kita membaca atau mendengar ayat sajdah, baik didalam shalat atau di luar shalat maka di sunahkan untuk bersujud terlebih dahulu.

Ayat sajdah ada 15
1. Surah Al A’raf ayat 206 : ۩ وَلَهٗ يَسْجُدُوْنَ
2. Surah Ar Ra’d ayat 15 : ۩ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ
3. Surah An Nahl ayat 50 : ۩ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُوْنَ
4. Surah Al Isra ayat 109 : ۩ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا
5. Surah Maryam ayat 58 : ۩ خَرُّوْاسُجّدًاوَبُكِيـًّا
6. Surah Al Hajj ayat 18 : ۩ اِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يَشَآٔءُ
7. Surah Al Hajj ayat 77 : ۩ وَافْعَلُواالْخَيْرَلَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
8. Surah Al Furqan ayat 60 : ۩ وَزَادَهُمْ نُفُوْرًا
9. Surah An Naml ayat 26 : ۩ لَآاِلٰهَ اِلَّاهُوَۙرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
10. Surah As Sajdah ayat 15: ۩ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَايَسْتَكْبِرُوْنَ
11. Surah Shad ayat 24 : ۩ وَخَرَّرَاكِعًاوَّاَنَابَ
12. Surah Fussilat ayat 38 : ۩ وَهُمْ لَايَسْىَٔمُوْنَ
13. Surah An Najm ayat 62 : ۩ فَاسْجُدُوْالِلّٰهِ وَاعْبُدُوْا
14. Surah Al Insyiqaq ayat 21 : ۩ وَاِذَاقُرِىَٔ عَلَيْهِمُ الْقُرْاٰنُ لَايَسْجُدُوْنَ
15. Surah Al ‘Alaq ayat 19 : ۩ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ

Bacaan sujud tilawah adalah sebagai berikut:

سَجَدَوَجْهِيَ لِلَّذِيْ خَلَقَهٗ وَصَوَّرَهٗ وَشَقَّ سَمْعَهٗ وَبَصَرَهٗ بِحَوْلِهٖ وَقُوَّتِهٖ فَتَبـَـارَكَ اللّٰهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ

Sajada wajhiya lilladzii khalaqahuu washawwarahuu wasyaqqaa sam’ahuu wabasharahuu bihaulihii waquwwatihii fatabaarakallahu ahsanul khaliqiin

“Wajahku telah bersujud kepada yang telah menciptakannya, memisahkan (memfungsikan) pendengaran dan penglihatannya dengan kemampuan dan kekuatan-Nya. Mahasuci Allah sebaik-baik Pencipta.”

Cara melakukannya ada 2 macam
1. Ketika didalam shalat: apabila sampai pada ayat sajdah, lalu turun dari berdiri untuk bersujud tilawah. Kemudian berdiri kembali untuk melanjutkan bacaan surah atau menyempurnakan shalat.
2. Ketika diluar shalat: apabila sampai pada ayat sajdah, lalu niat bersujud tilawah dan bertakbir (seperti takbiratul ihram) dengan mengangkat kedua tangan, dilanjutkan bersujud dengan membaca takbir. Jika telah selesai membaca bacaannya, kemudian bangkit dari sujud untuk duduk disertai takbir lalu salam.

E. Ibtida’
ibtida’ yaitu memulai bacaan atau melanjutkan bacaan kembali setelah waqaf dengan mengulang kalimat sebelum waqaf tersebut dengan tepat dan benar.
—– ## ——

c. Washlul Isti’adzah bil Basmalah ( وَصْلُ الْاِسْتِعَاذَةِ بِالْبَسْمَلَةِ  )
Yaitu menyambung bacaan Isti’adzah dan Basmalah, sedangkan antara Basmalah dengan surah diputus.
Contoh:

اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ۞ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ

d. Washlul Jami’ ( وَصْلُ الْجَمِيْعِ )
Yaitu menyambung kesemuanya antara Isti’adzah, Basmalah, dan surah.
Contoh:

اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

2. Cara membaca Basmalah antara dua surah
a. Qoth’u Kulli ( قَطْعُ الْـــكُلِّ )
Yaitu memutus kesemuanya. Artinya antara surah, Basmalah, dan surah yang lain dibaca sendiri-sendiri. Cara ini merupakan cara terbaik. Contoh:

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ ۞ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ۞ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ

b. Washlul Basmalah fi Awwalis Surah ( وَصْلُ الْبَسْمَلَةِ فِى اَوَّلِ السُّوْرَةِ )
Yaitu menyambung Basmalah dengan permulaan surah sehingga antara akhir surah dengan Basmalah diputus, dan antara Basmalah dengan awal surah disambung. Cara ini diperbolehkan walaupun tidak sebaik yang pertama. Contoh:

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ ۞ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ

c. Washlul Kulli ( وَصْلُ الْـــكُلِّ )
Yaitu menyambung kesemuanya antara akhir surah, Basmalah, dan awal surah. Cara ini juga boleh walaupun tidak sebaik cara pertama. Contoh:

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ

d. Washlul Akhiris Surah bil Basmalah ( وَصْلُ اخِرِ السُّوْرَةِ بِالْبَسْمَلَةِ )
Yaitu menyambung antara akhir surah dengan Basmalah tetapi memutus Basmalah dengan awal surah. Cara ini tidak diperbolehkan karena dikhawatirkan adanya pemahaman bahwa Basmalah itu bagian akhir dari suatu surah. Contoh:

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ۞ قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ

Adapun Ibtida’ dalam arti memulai setelah berhenti (waqaf), maka yang perlu diperhatikan oleh pembaca adalah mengetahui ayat-ayat tertentu yang tidak diperbolehkan digunakan sebagai permulaan bacaan, mengingat hal tersebut erat kaitannya dengan berhenti yang diharamkan. Jika berhenti pada ayat-ayat tertentu yang diharamkan, berarti diharamkan pula memulai ayat sesudahnya.

Sedangkan ayat-ayat yang tidak boleh digunakan sebagai Ibtida’ adalah sebagai berikut:

1. اَللهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ
2. اِتَّخَذَ اللهُ وَلَدًا
3. اللهُ مُوتُوا۟
4. ٌاِنَّ اللهَ فَقِيْر
5. ُاِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيْح
6. نَحْنُ اَبْنَاءُ اللهِ
7. اللهُ غَرَابًا
8. ٌيَدُاللهِ مَفْلُوْلَة
9. اِنَّ اللهَ ثَالِثُ
10. لاَنُؤْمِنُ بِاللهِ
11. عُزَيْرٌ اِبْنُ اللهِ
12. اَلْمَسِيْحُ ابْنُ اللهِ
13. اَللهُ بَشَرًا
14. لَهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ
15. اِنِّى اِلٰهٌ من دونِهٖ
16. اَللهُ كَثِيْرًا
17. لاَاَعْبُدُالَّذِى فَطَرَنِى
18. وَلَدَاللهِ
19. َاَعْبُدُمَا تَعْبُدُوْن

Alhamdulillah, selesai sudah pembahasan tentang Ibtida’, Washal, dan Waqaf ini. Mudah-mudahan Allah memberikan kita kemudahan dalam mempelajari dan mengamalkan apa yang sudah dibahas di atas, mulai dari mengawali bacaan Al Qur’an, menyambung antar ayat atau kalimat, pembagian waqaf, rumus dan cara pemilihan waktu berhenti, ayat sajdah dan cara melakukan sujud tilawah, dan lain-lain.

Wallahu a’lam bis showab

8 thoughts on “Bab Ibtida’, Washal, dan Waqaf [Penjelasan Lengkap]

  1. Purnomo

    Terimakasih telah berbagi Ilmu tentang Tajwid , semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya ….Amiiin Ya Robbal’alamiin.

    Reply
  2. Gatan Asraf

    Terimakasih telah berbagi Ilmu tentang Tajwid , semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya ….Amiiin Ya Robbal’alamiin… Namun saya belum faham yang Ustadz tulis dibawah ini :
    Waqaf (الوَقْفُ ) mempunyai akar kata dari الكَفُّ. Apakah ini sudah benar.. Mohon di jelaskan

    Reply
  3. tutik rahayu

    assalamualaikum ustadz.apabila kita waqof di tanda صلى bagaimana ibtida nya.mengulang atau selanjutnya.apakah صلى juga menunjukkan waqof tsb masih hasan.jazakalloh

    Reply
  4. nur hidayat wakhid udin

    Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
    Mohon izin, ustadz, saya mengutip materi ini. Jazakumullah ahsanal jaza’.

    Reply
  5. Nur Amaliah Solihat

    Terimakasih materinya, sangat membantu, sy ijin sharing materinya.. Jazaakumullahu khairan Ustadz

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *